Peranakan Etawa adalah nama jenis Kambing Perah yang banyak terdapat di
Jawa Tengah. Mengapa banyak di Jawa Tengah dan diberi nama kambing Etawa
kemudian menjadi populer dengan sebutan Kambing PE, sudah banyak yang membahas
dan menulisnya menurut versinya masing-masing.
Jamnapari sangat terkenal sebagai Kambing Perah terbaik di India, ditempat
asalnya kambing ini biasa di sebut sebagai “Pari”, yang kira-kira berarti
Anggun , karena penampilannya memang tinggi, lehernya jenjang, langkahnya
anggun, wajahnya selalu tersenyum.
Daerah asalnya adalah di Cakarnagar, yg beda di District ETAWAH, Negara
Bagian Utara Prades. Habitatnya di sepanjang daratan (delta) antara sungai
Jamuna dan Sungai Cambal. Dan juga di sepanjang sungai Kwari di Districk Bhind,
negara bagian Madya Prades, yang berada di sebelah timur kota Dehli (deket Taj
Mahal) merupakan tempat asalnya kambing PE. Perlu Bapak ibu ketahui, ternyata
di India kambing PE namanya bukan kambing Etawah tapi Jamnapari, yang artinya
Keanggunan Jamuna.
Jamnapari telah lama menyesuaikan atau beradaptasi dengan tempat habitatnya
tersebut di atas, yang sangat subur dan banyak tumbuh hijauan. Akibatnya dia
tidak mampu hidup di tempat lainnya, sehingga Jamnapari tidak bisa di temukan
di daerah lainnya.
Habitat mereka terbentang antara Districk Etawah kearah timur, menyeberangi
sungai Jamuna seluas lebih dari 85.000 hektar. Keadaan tanahnya berlembah
lembah dan berjurang jurang dengan kedalaman antara 5 meter sampai dengan 30
meter. Pada musim panas suhu udara bisa mencapai 120F, pada musim dingin 25F,
dengan curah hujan kira-kira 30 inchi.
Lembah-lembah tersebut tertutupi oleh padatnya berbagai tanaman hijauan
yang sangat subur, yang antara lain: Bajara – Gram – Plum – Babool – Akasia –
Hingota – Congkra – Arhar. Dan semua tumbuhan tersebut sangat tergantung pada
curah hujan, karena tidak ada saluran irigasi yang saya lihat.
Warna utama Jamnapari yang sangat di dambakan adalah Putih Bersih . Bulunya
pendek, kecuali pada bagian paha dan kaki belakang yang berbulu panjang.Hidungnya
melengkung atau bengkok, seperti hidungnya tentara Romawi. Tanduknya menjulang
ke atas, pada kambing dewasa panjang tanduknya bisa mencapai 25 cm. Kupingnya
terjuntai panjang. Lehernya panjang dan kuat dan selalu lurus tegak.
Punggungnya melengkung ke bawah dan sangat kuat. Ekornya pendek , seperti ekor
kelinci, dan selalu ngacung ke atas. Kombinasi tampilan tersebut , membuat
Jamnapari betul-betul nampak sangat anggun.
Kuping yang menjuntai panjang kebawah, merupakan ciri yang sangat unik dan
menjadi dasar perilakunya yang nampak sangat aneh. Pada anak Jamnapari yang
baru berumur sekitar enam bulan, kupingnya bisa mencapai 20 cm panjangnya,
sedangkan pada yang dewasa panjangnya bisa mencapai lebih dari 30 cm. Sehingga
kupingnya selalu jauh lebih panjang dari pada panjang wajahnya. Pada saat
kepala kambing ini menunduk, maka kupingnya akan menyentuh tanah terlebih
dahulu sebelum mulutnya menyentuh tanah, bahkan kuping yang panjang tersebut
juga akan menutupi kedua belah matanya saat menunduk untuk menggigit rumput
yang berada di di tanah.
Rahang atas Jamnapari selalu lebih pendek dari pada rahang bawahnya. Hal
ini juga menjadi ciri utama Jamnapari, yang juga mempersulit bahkan tidak
memungkinkan dirinya untuk memakan rumput pendek di tanah. Hal ini tentunya
menjadi permasalahan tersendiri bagi Jamnapari, sehingga dengan sendirinya
Jamnapari lebih merasa nyaman untuk memakan ujung/pucuk rumput yang tinggi,
dedaunan di semak-semak atau bahkan dedaunan pada tumbuhan yang tinggi.
Jamnapari yang di pelihara oleh masyarakat setempat, umumnya pada pagi hari
di beri pakan konsentrat yg berupa campuran berbagai bijian dan hijauan,
kemudian di lepas untuk merumput sepanjang hari. Betina yang hamil tidak di
ijinkan keluar kandang untuk merumput, mereka tetap di kandang dengan diberi
makanan special untuk ibu hamil, yang terdiri dari bajra, barley, jowar,
gandum.
Anakan di biarkan menyusu pada induknya sampai dengan usia tiga bulan.
Induk yang menyusui juga mendapat ransum makanan special, agar susunya membesar
montok sehingga produksi susunya melimpah. Pada saat lahir berat kambing
Jamunapari yang betina sekitar 3Kg, enam bulan -15 Kg, setahun 30 Kg. Sedangkan
yang jantan saat lahir beratnya sama dengan yang betina sekitar 3Kg, namun laju
pertambahan beratnya sangat pesat yaitu 1Kg/minggu sampai dengan usia 3 bulan,
kemudian 1Kg /sepuluh hari. Pejantan Jamnapari bisa mencapai berat lebih dari
40 Kg pada usia setahun
Betina mulai hamil pada usia 18 bulan , dan melahirkan untuk pertamakalinya
pada usia 23 bulan. Umumnya beranak kembar, namun beranak tiga ataupun empat
sering juga terjadi.
Pemilihan bibit untuk indukan harus melalui beberapa kriteria yang rumit
dan susah. antara lain :
·
Warna harus putih bersih, dan ini tak bisa di tawar-tawar lagi.
·
Pejantan harus berasal dari Ibu yang sudah berumur tua, dan tidak boleh
dari kelahiran pertama ke-2 dan ke-3 , harus dari ke-4 atau lebih.
·
Tanduk tidak boleh yang lurus, tapi harus melengkung ke atas, melengkung
kebawah juga tidak boleh.
·
Bulu harus pendek dan bersinar mengkilap, bulu yang di paha dan
kakibelakang harus panjang.
·
Hidung harus melengkung seperti hidung orang romawi, yang jantan harus
berjanggut.
·
Tidak boleh ada warna hitam terutama pada hidung dan kepala.
Jika harus mengikuti persyaratan ini maka tidak ada satupun PE yang
memenuhi persyaratan sebagai bibit yang baik, dengan arti kata lain PE sudah
tidak di akui lagi sebagai turunan Jamnapari, berarti sudah menjadi jenis atau
ras atau strain tersendiri yang berasal dari Indonesia
Pemeliharaan Jamnapari betina dan anakannya menjadi tanggung jawab
sepenuhnya kaum wanita dalam keluarga, sedangkan yang jantan menjadi
tanggungjawab kaum lelaki dalam keluarga. Dengan sendirinya kaum wanita akan
menjadi lebih sibuk, mereka harus menyediakan makanan kambing, memandikan,
membersihkan kandang, dll. Para wanita jauh lebih mahir dalam membantu
kelahiran kambing, serta menangani ibu dan anaknya paska melahirkan.
Para wanitalah yang sebetulnya memegang peran utama dalam pemeliharaan
kambing Jamnapari, kaum lelakinya hanya menangani yang jantan, untuk kemudian
nampang bersama kambing jantan peliharaannya pada kontes-kontes yang sering
diadakan oleh masyarakat setempat.
Pembelian kambing juga menjadi tanggung jawab kaum lelaki, sedangkan untuk
penjualan kaum wanita dan lelaki mempunyai hak suara yang sama. Nah disini
keributan sering terjadi, karena para wanita biasanya sangat menyayangi ternak
kambingnya, mereka enggan menjualnya kecuali keadaan sangat mendesak. Sedangkan
kaum lelaki lebih mengutamakan masalah keuangan, sehingga selalu ingin menjual
ternak kambingnya secepat mungkin.
Kemahiran ketekunan keuletan seorang wanita muda dalam memelihara ternak
kambing Jamnapari, sangat di hargai dan di puja oleh masyarakat setempat.
Terutama oleh kaum lelaki, si wanita tersebut dianggap “pabrik duit” dan
“sumber kehormatan”, yang dapat menaikan harkat dan martabat kaum lelaki
tersebut.
Permasalahan yang di hadapi para peternak kambing Jamnapari di tempat
asalnya, hampir sama dengan permasalahan yang di hadapi oleh peternak kambing
lainnya di Indonesia, yang antara lain:
· Kurangnya atau
tiadanya ahli dalam bidang kesehatan ternak, yang bersedia tinggal atau
mengunjungi daerah peternakan yang berada di pedesaan
· Pelecehan oleh pejabat
pemerintah dalam berbagai bentuk korupsi dan pemerasan terselubung
· Kekurangan hijauan
pada musim tertentu
· Gangguan atau serangan
binatang buas.
Bagaimana Jamnapari bisa sampai di Indonesia:
Orang asing yang pertamakali membawa Jamnapari keluar dari daratan India,
adalah bangsa Inggris yang menjajah daratan India pada jaman kolonial dahulu
kala. Jamnapari di bawa ke daratan Eropa, kemudian ada yang di kawin silangkan
dengan beberapa kambing lokal Inggris, yang sekarang sangat populer dengan
sebutan Kambing Anglo-Nubian.
Dari daratan Eropa inilah Jamnapari kemudian menyebar keseluruh penjuru
dunia, bersamaan dengan menyebarnya kapal dagang bangsa-bangsa Eropa yang
berlayar dan berniaga keseluruh penjuru dunia. Di Amerika Jamnapari di akui
sebagai nenek moyangnya kambing American-Nubian, yang terkenal banyak susunya.
Pada jaman Kompeni dulu , kapal dagangnya VOC kalau berlayar ke daratan
Indonesia selalu datang dalam keadaan kosong ruang kargo nya, ruang kargo yang
kosong ini akan di isi muatan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, untuk
kemudian di bawa ke daratan Eropa.
Pada suatu pelayaran kapal dagang VOC dari negara Belanda menuju Pulau Jawa
di Indonesia, ada sepasang penumpang bangsa Belanda yang bernama Tuan Hollanda
dan Nyonya Netherlandia. Meraka adalah pejabat perkebunan dari Belanda yang
akan di tugaskan di Pulau Jawa, sebagai pengawas perkebunan yang biasanya di
sebut Tuan Amtenar atau Juragan Kontrol.
Mengetahui kekosongan ruang kargo di kapal tersebut maka pasangan tersebut
membawa beberapa pasang Kambing Jamunapari peliharaan kesayangannya, yang tidak
ingin mereka tinggalkan di Belanda, sehingga mereka bawa untuk di pelihara di
tempat tugasnya yang baru yaitu di Pulau Jawa, tepatnya di perkebunan yang
berada di Jawa-Tengah.
Tuan dan Nyonya tersebut selalu menyebut Kambing Peliharaannya sebagai
Kambing Asal Etawah, dan selalu memperkenalkan kambingnya kepada masyarakat di
Jawa Tengah sebagai Kambing Etawah, dan masyarakat Jawa Tengah menyebutnya
dengan nama Kambing Etawa tanpa bunyi dari huruf H.
Seiring berjalannya waktu dan untuk menjaga populasi kambing jamnapari,
maka kambing jamnapari di kawinkan dengan kambing-kambing lokal. Dan berkembang
biak sampai sekarang yang lebih kita kenal dengan sebutan Peranakan Etawa ( PE
)
Demikian kiranya sejarah atau asal usul kambing etawa. Semoga dapat
menambah wawasan dan lebih yakin lagi untuk dapat menkonsumsi susu kambing
etawa ini.